Selasa, 15 April 2014

Bait 3 (Ketika Sebuah Hasrat Telah Sarat dan Difaktakan)


Alifku, Alifku, kekasihku..
Kamu memasuki hidupku, aku memasuki hidupmu
Dengan jiwa yang putus asa serta anggan yang mulai sempoyong, aku  taklukkan kamu

Aku bernyanyi di kamar..
Dan ku jumpai tembok merinding bergetaran
Poster-poster dan kalender turun ke ranjang
Kipas angin kalangkabut ketakutan
Kincirnya lepas hingga terbang memecah kaca jendela
Ku jumpai  gagak tengah bersedih di kursi teras
Parunya merengut karena ia tak bisa berkaca dan berdandan, menyisir jambul ubannya, untuk pergi ke rumah janda idamannya

Ku serukan namanya di saat semut mendaki ke pundak
Ia mendaki terus mendaki serta mengajak kawanannya
Kulitku mulai geli diinjak puluhan kaki-kaki mungilnya
Kaki-kaki dengan garis tapak perjalanan panjang
Alifku, Alifku, Kekasihku..
Ku serukan kamu, aku mencintaimu..

Ketika sebuah hasrat telah sarat dan difaktakan
Nafasku beringas menempuh perjuangan
Telah ku lewati padang ilalang yang kering, kerontang, dan gersang
Telah ku lewati gemuruh ombak di pantai Sanur
Telah ku lewati berabad-abad tahun di bumi
Telah ku lewati zaman purba hingga zaman para leluhur
Telah ku lewati jenggongan anjing pelacak
Tak sia-sia..
Kamu telah mendekat dalam kehinaan hidupku

Bait 2 (Sajak Jatuh Cinta)


Di bawah pohon pinus yang rentah
Ku jumpai cemara memelas menatap rotannya
Jiwa yang mulai lemah, keriput, dan gugur bau tanah
Kemarin lusa tersantap oleh rayap betina
Aku bersandar di bahu tuanya..
Ku dekap ia dan ku cium tengik aromanya

Ku rakit sajak ini ketika kamboja turun di daun mangga
Melayang-layang dan menggelepar lantas tergolek karena bayu yang durhaka
Sang bayu mengamuk karena sesak dadanya
Belibis putih tawanannya tak kan lagi gadis baginya
Percik-percik air pancuran semburat menyentuh lembar karangan
Melunturlah tintanya, mengelirlah hitam di atas judulnya
Cipratannya angkuh bagaikan tumpahan kopi tubruk di majalah

Teruntuk A.A.F
Engkau mengundangku mencium lembab udara nafasmu
Nafasmu yang sekarat seakan mengusik gosipan berudu
Ketika engkau berlari di kaki bumi, bulu matamu jatuh dan kabur
Melayang-layang dan terbawa oleh arus pipa pinggir kali

Kau tahu siapa aku..
Tapi kau tak tahu siapa namaku..
Tiada mengenal dan saling berkenalan

Kau adalah merpati putih tawananku..
Merpati dengan seribu bulu-bulu ghaib
Telah ditegakkan sayap-sayap yang tegas mengitari kepulan awan
Berkelana hingga kepelosok bumi sebrang

Bait 1 (Ketika)


Kamis malam..
Ketika aku memasuki jeruji pagar di pinggir jalan
Ku jumpai angin kalangkabut kesiangan
Menghiraukan kedatangan tanpa membukakan pagar
Ia bergaya dan bersolek di depan kaca riasnya
Dipeganglah sisir dan mulai menyisir rambut klimisnya
Dikenakannya parfum wangi kasturi untuk pergi mengapeli rembulan kekasihnya

Ku jumpai perjaka yang tengah duduk di papan
Ia mengedap-kedapkan bulu matanya yang lentik di bawah neon
Ketika ia hendak berdiri memenuhi jajaran deret nan barisan
Tangannya yang penuh urat melenggang menaruh botol minuman
Kakinya yang hitam, kotor, dan dekil meletakkan sandal jepitnya

Ketika ia berlari mengitari lapangan bersama kawannya
Paving bergetar diikuti longsornya gundukan pasir bangunan
Kerikil semburat meninggalkan gandengan kawannya
Besi-besi berbaring bergetar diinjak puluhan tapak berjamaah
Getarannya berdawai seperti nada kecapi sumbang tuan Samir
Peluh mengundang keringat...
Tumpul-tumpul kaki derasnya menyebrangi alis tebal
Nafas bertalu naik turun..
Gambaran letih mengukur diameter bumi..

Ketika ia memainkan bunga rampai dengan luwes
Seperti lenggang tarian serimpi dengan tabuh gamelan
Rembulan melongo menampakkan mupeng wajahnya
Sang lintang meringis menampilkan gigi emasnya

Ia menajamkan manis rupanya dengan sandang putih dikenakannya
Kulitnya yang coklat seperti sawo matang di alan-alun sebrang
Celana merahnya kelombor dua kali lipat ukuran kaki
Gerilyawannya tergambar oleh goresan oli rantai sepedanya
Mengelir garis kuning celana yang tengah dirobekkan oleh kaitan ujung
Ia pesilat tanah Jawa..