Kamis malam..
Ketika aku memasuki
jeruji pagar di pinggir jalan
Ku jumpai angin
kalangkabut kesiangan
Menghiraukan kedatangan
tanpa membukakan pagar
Ia bergaya dan bersolek
di depan kaca riasnya
Dipeganglah sisir dan
mulai menyisir rambut klimisnya
Dikenakannya parfum
wangi kasturi untuk pergi mengapeli rembulan kekasihnya
Ku jumpai perjaka yang
tengah duduk di papan
Ia mengedap-kedapkan
bulu matanya yang lentik di bawah neon
Ketika ia hendak berdiri
memenuhi jajaran deret nan barisan
Tangannya yang penuh
urat melenggang menaruh botol minuman
Kakinya yang hitam,
kotor, dan dekil meletakkan sandal jepitnya
Ketika ia berlari
mengitari lapangan bersama kawannya
Paving bergetar diikuti
longsornya gundukan pasir bangunan
Kerikil semburat meninggalkan
gandengan kawannya
Besi-besi berbaring
bergetar diinjak puluhan tapak berjamaah
Getarannya berdawai
seperti nada kecapi sumbang tuan Samir
Peluh mengundang
keringat...
Tumpul-tumpul kaki derasnya
menyebrangi alis tebal
Nafas bertalu naik
turun..
Gambaran letih mengukur
diameter bumi..
Ketika ia memainkan
bunga rampai dengan luwes
Seperti lenggang tarian
serimpi dengan tabuh gamelan
Rembulan melongo menampakkan
mupeng wajahnya
Sang lintang meringis
menampilkan gigi emasnya
Ia menajamkan manis
rupanya dengan sandang putih dikenakannya
Kulitnya yang coklat
seperti sawo matang di alan-alun sebrang
Celana merahnya
kelombor dua kali lipat ukuran kaki
Gerilyawannya tergambar
oleh goresan oli rantai sepedanya
Mengelir garis kuning
celana yang tengah dirobekkan oleh kaitan ujung
Ia pesilat tanah Jawa..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar